el Bashiroh
Mencerahkan Rohani Bangsa


Al Bashiroh

[ Edit ]

Konsep Keimanan dalam Fenomena Tumbuhan

Allah subhanahu wata'alah berfirman dalam al Quran yang agung nan suci:

وَيُضِلُّ اللَّـهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّـهُ مَا يَشَاءُ

"Allah menyesatkan orang -orang yang berbuat aniaya dan Allah melakukan apa- apa yang Dia kehendaki."

Bagaimana Allah melakukan sesuatu yang Dia kehendaki dan menyesatkan orang-orang yang berbuat aniaya? Lalu apa hikmah penyesatan orang-orang yang demikian?

Tentu sudah jelas hikmah anugerah hidayah orang-orang yang bertaqwa. Maka sungguh belum tampak hikmah disesatkannya orang-orang zhalim. Padahal kita diperintah untuk mengetahui kebenaran-kebenran sesuatu dengan kongkret. Allah Azza wajalla sendiri pun telah mencurahkan untuk kita kenikmatan-kenikmatan, memberikan setiap apa yang kita pinta dan kita senantiasa menyandarkan harapan-harapan kepadaNya. Kemudian Dia mendatangkan sesuatu yang paling mulia dan agung, yaitu al Huda ( petunjuk ) lantas mencegahnya, dan berkata, "Aku menyesatkan orang-orang zhalim dan Aku berbuat sekehendakku". Inilah tanda tanya besar yang terlintas di qalbu setiap manusia penghuni bumi ini, Lalu apa jawabannya?

Tentu kita sadar bahwa semua ini adalah rahasia Qodho' dan Qadar . Sementara pintu rahasia ini tertutup rapat bagi semua umat manusia. Tapi di sana masih ada beberapa ulama' senior ahli hikmah yang mendapat bagian dari pengetahuan ini, sehingga hati mereka serasa sejuk dan bahagia dengan pemahaman yang mereka dapatkan, sementara mereka berusaha menyembunyikan dan tidak mengajarkannya kepada setiap orang.

Sadarkah kita jika sebenarnya jawaban itu sudah ada dan jelas pada ayat itu sendiri? Cobalah kita cermati di mana Allah SWT mengumpamakan satu kaum dengan Syajarah Thayibah (pohon yang bagus) dan kaum yang lain dengan Syajarah Khabitsah (pohon yang jelek) lalu mengakhirinya dengan:

إِنُّهُ يُضِلُّ الظَالِمِيْنَ وَ هُوَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

Sesungguhnya jawaban tersebut, telah terpampang jelas, akan tetapi tidak bisa diraba oleh akal begitu saja. Kehadiran akal hanya sebatas sebuah pengantar saja, selebihnya hati adalah sarana untuk menyaring informasi yang telah disampaikan Al-Quran. Siapa orang yang bisa menyaring informasi sedetail itu, merekalah para hukama (ahli ilmu hikmah).

Imam Thantawi selanjutnya telah mengindentifikasi proses fotosintesa pada sebuah tanaman, yang dimulai dengan khodro'id damini (unsur klorofil dalam sebuah jaringan meristem, suatu jaringan tumbuhan yang memacu untuk tumbuh ke atas) yang zat itu muncul disiang hari saja. Sedangkan sore hari zat itu tidak menonjol karena tidak diperlukan lagi oleh tumbuhan dalam beraktifitas. Sore hari adalah waktu yang tepat bagi tanaman untuk bernafas, dan menanggalkan proses fotosintesa.

Tidakkah kalian melihat bahwa tanaman itu setiap harinya membutuhkan zat yang berbeda-beda. Korelasinya dengan gaya hidup manusia, manusia selalu mempunyai hajat hidup yang bermacam-macam. Dengan variable yang berbeda itu, manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dalam satu waktu saja. Melainkan butuh berminggu-minggu untuk sebuah kebutuhan semisal kebutuhan rumah (papan).

Hal itu bersangkutan erat dengan sebuah analisa terhadap buah kurma dan simalakama (handolah). Keduanya hadir dalam bungkus yang berbeda, bentuk yang berbeda, bau yang berbeda dan rasa atau aroma yang berbeda. Buah kurma memiliki rasa yang manis pekat, dan beberapa khasiat yang dikandungnya. Sedangkan buah simalakama yang rasanya pahit, dan jelas-jelas tidak disenangi orang, mempunyai khasiat yang ampuh juga. Jadi dua buah itu memang hadir untuk sebuah kesembuhan manusia, walaupun dengan bentuk dan cita rasa yang berbeda. Ini memang sebagian dari yang dikehendaki Allah terhadap makhluknya, menyajikan sebuah obat dalam citra rasa yang berbeda. Dari ciri-ciri yang dapat kita simpulkan diatas, maka kekuasaan Allah memang terletak pada variabel (macam) makhluk yang diciptakan. Kadang dari dua species yang berbeda memiliki peran yang sama dalam satu segi keilmuan. Namun tidak begitu saja manusia dapat mengambil manfaatnya, harus melalui beberapa observasi (penelitian) atau melalui kemampuan panca indera yang Allah berikan. Maka dengan berbagai metode yang digunakan dapat menyingkap rahasia-rahasia Allah pada makhluk ciptaannya. Dari sinilah Hikmah Allah terpancar pada hati-hati orang yang dianugerahi Allah.

Analisa ini kemudian menjadi sebuah analisa trans-media. Dimana yang terjadi, sebuah pelajaran yang dapat kita ambil bahwasanya Allah tidaklah menyia-nyiakan hambanya ketika Allah menciptakan buah handalah (simalakama) yang pahit rasanya. Akan tetapi merupakan obat yang bermanfaat bagi kesembuhan suatu penyakit. Analisa yang sama didekatkan pada sebuah fenomena alam, ketika Allah menciptakan manusia yang kafir (tidak menyembah Allah) itu merupakan gambaran dari sebuah perbedaan. Dimana perbedaan itu harus diyakini adanya. Sedangkan Allah sendiri menciptakan manusia yang mukmin, dengan kapasitas keilmuan yang berbeda dengan orang kafir. Kadang kala muslim berada diatas orang kafir dan juga sebaliknya. Namun ketika kafir telah menguasai dunia dengan keilmuan yang diperolehnya, Allah Ta'ala berkehendak lain, dengan tidak memberi kemampuan untuk mengetahui rahasia dibalik penciptaan. Sehingga keilmuan yang dia miliki tidak membawanya pada suatu hidayah yang berupa iman. Allah mempunyai hak untuk menyesatkan kaum kafir, dan membiarkan mereka dengan pesona keilmuan yang mereka temukan. Otak mereka (muslim dan kafir) hadir sebagai sebuah alat detektor, namun hasil pemikiran mereka berbeda dan keimanan mereka juga tidak sama.

Akhir dari pergulatan pemikiran yang mendukung makna tafsir diatas adalah urusan ruh(jiwa) semuanya adalah urusan Allah, tidaklah tepat bagi seseorang yang berkapasitas sebagai hamba, mengatur apa yang telah di tetapkan oleh Allah tuhan semesta alam, pengatur tatasurya, makhluk yang di dalamnya dll. Sebuah derita seorang hamba dan ujian yang diberikan oleh Allah adalah sebuah fenomena romantis yang bertujuan melahirkan kedekatan hamba dengan Sang Rabb. Analisa ini sangat dekat dengan fenomena alam yang terjadi ketika Allah memberi pancaran sinar Ultra Violet untuk membantu kinerja tumbuhan dalam berfotosintesa, menghasilkan makanan bagi tumbuhan. Dengan fenomena itu, tumbuhan bisa hidup, ibarat daya bakar sinar ultra violet yang kadang memberikan bahaya pada makhluk lain, malah memberi manfaat pada tumbuhan yang berfotosintesa. Sebuah analogi yang hebat dari Imam Thantawi, tentang makna ayat di atas.


Alamat Redaksi: Jl. Raya Raci No. 51 Bangil Pasuruan P.O. Box 08 Bangil Pasuruan Jatim Indonesia. Telp. 0343-745317/746532 Fax. 0343-741-200
e-mail redaksi_albashiroh@yahoo.co.id.